CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Minggu, 06 Juli 2008

-== Berhenti Menjadi Pengemis ==-

Selama ini, saya selalu menyediakan beberapa uang receh untuk berjaga-jaga
kalau melewati pengemis atau ada pengemis yang menghampiri.
Satu lewat, kuberi, kemudian lewat satu pengemis lagi, kuberi.
Hingga persediaan receh di kantong habis baru lah aku berhenti dan

menggantinya dengan kata "maaf" kepada pengemis yang ke sekian.
Tidak setiap hari saya melakukan itu, karena memang pertemuan dengan
pengemis juga tidak setiap hari.
Jumlahnya pun tidak besar, hanya seribu rupiah atau bahkan lima ratus rupiah,

tergantung persediaan.

Sahabat saya, Diding, punya cara lain.
Awalnya saya merasa bahwa dia pelit karena saya tidak pernah melihatnya

memberikan receh kepada pengemis.
Padahal kalau kutaksir, gajinya lebih besar dari gajiku.
Bahkan mungkin gajiku itu besarnya hanya setengah dari gajinya.

Tapi setelah apa yang saya lihat sewaktu kami sama-sama berteduh kehujanan
di Pasar Minggu, anggapan saya itu ternyata salah.

Seorang ibu setengah baya sambil menggendong anaknya menghampiri kami
seraya menengadahkan tangan.
Tangan saya yang sudah berancang-ancang mengeluarkan receh ditahannya.
Kemudian Diding mengeluarkan dua lembar uang dari sakunya,

satu lembar seribu rupiah, satu lembar lagi seratus ribu rupiah.
Sementara si ibu tadi ternganga entah apa yang ada di pikirannya sambil
memperhatikan dua lembar uang itu.
"Ibu kalau saya kasih pilihan mau pilih yang mana, yang seribu rupiah
atau yang seratus ribu?" tanya Diding
Sudah barang tentu, siapa pun orangnya pasti akan memilih yang lebih besar.
Termasuk ibu tadi yang serta merta menunjuk uang seratus ribu.
"Kalau ibu pilih yang seribu rupiah, tidak harus dikembalikan.
Tapi kalau ibu pilih yang seratus ribu, saya tidak memberikannya secara cuma-cuma.

Ibu harus mengembalikannya dalam waktu yang kita tentukan, bagaimana?" terang Diding.
Agak lama waktu yang dibutuhkan ibu itu untuk menjawabnya.
Terlihat ia masih nampak bingung dengan maksud sahabat saya itu.

Dan, "Maksudnya... yang seratus ribu itu hanya pinjaman?" tanya si ibu tersebut"
Betul bu, itu hanya pinjaman.
Maksud saya begini, kalau saya berikan seribu rupiah ini untuk ibu,
paling lama satu jam mungkin sudah habis.
Tapi saya akan meminjamkan uang seratus ribu ini untuk ibu agar esok hari

dan seterusnya ibu tak perlu meminta-minta lagi," katanya.
Selanjutnya Diding menjelaskan bahwa ia lebih baik memberikan pinjaman uang

untuk modal bagi seseorang agar terlepas dari kebiasaannya meminta-minta.
Seperti ibu itu, yang ternyata memiliki kemampuan membuat gado-gado.
Di rumahnya ia masih memiliki beberapa perangkat untuk berjualan gado-gado,
seperti cobek, piring, gelas, meja dan lain-lain.


Setelah mencapai kesepakatan, akhirnya kami bersama-sama ke rumah ibu tadi
yang tidak terlalu jauh dari tempat kami berteduh.

Hujan sudah reda, dan kami mendapati lingkungan rumahnya yang lumayan ramai.
Cocok untuk berdagang gado-gado, pikirku.

Beberapa hari kemudian Diding sering menyempatkan diri untuk mengunjungi penjual gado-gado itu.
Selain untuk mengisi perutnya dengan tetap membayar,
ia juga berkesempatan untuk memberikan masukan bagi kelancaran

usaha ibu penjual gado-gado itu.

Belum tiga bulan dari waktu yang disepakati untuk mengembalikan uang pinjaman itu,
dua hari lalu saat Diding kembali mengunjungi penjual gado-gado.
Dengan air mata yang tak bisa lagi tertahan, ibu penjual gado-gado itu mengembalikan

uang pinjaman itu ke Diding.

"Terima kasih, Nak. Kamu telah mengangkat ibu menjadi orang yang lebih terhormat."
Diding mengaku selalu menitikkan air mata jika mendapati orang yang dibantunya sukses.
Meski tak jarang ia harus kehilangan uang itu karena orang yang dibantunya
gagal atau tak bertanggung jawab.
Menurutnya, itu sudah resiko.

Tapi setidaknya, setelah ibu penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjamannya
berarti akan ada satu orang lagi yang bisa ia bantu.
Dan akan ada satu lagi yang berhenti meminta-minta.


***********
Ding sungguh mulia hatimu...,
inginnya saya menirumu.
Semoga bisa ya .....

0 comments: